Loarder berperan penting untuk keselamatan atlet angkat berat di Asian Para Games 2018. (Foto: Rifkianto Nugroho) Jakarta - Loader mempunyai kiprah besar dalam arena pertandingan angkat berat di
Asian Para Games 2018. Mereka memastikan kesalamatan atlet ketika sedang mengangkat beban.
Angkat berat menjadi satu dari 18 cabang yang dipertandingkan di Asian Para Games. Kompetisi digulirkan di Balai Sudirman, Jakarta, semenjak Selasa (9/10/2018).
Dari olahraga itu, ada beberapa elemen penting yang mencuri perhatian. Bukan hanya atlet tapi juga loader.
Loader bisa dibilang sebagai ajudan wasit alasannya yaitu fungsi dan kiprahnya cukup besar yaitu memastikan keselamatan atlet ketika sedang mengangkat beban. Atlet bisa cedera berat kalau loader tak sigap.
Seperti misalnya Sutandi dan Tarmiji, sigap bertugas dan berjaga-jaga semoga si atlet tidak tertimpa beban yang beliau angkat, plus bertugas sebagai pengganti barbel. Para loader bertugas bergantian di atas panggung.
Satu sesi terdiri dari lima loader. Salah satunya yaitu chief loader di posisi tengah.
"Tugas kami ya menjaga keamanan atlet ketika bertanding. Jika kondisi beliau miring atau berhenti sejenak kita harus bantu. Tapi tunggu arahan wasit tengah juga. Seperti kemarin kan ada sempat lepas juga alasannya yaitu tak bisa angkat beban, miring sebelah, tapi tak sempat menimpa alasannya yaitu loader sudah sigap," kata salah satu loaders para angkat berat Tarmiji (42) di Balai Sudirman, Jakarta, Jumat (12/10/2018).
Bagi Tarmiji, menjadi loader yaitu pengalaman pertamanya. Beruntungnya beliau alasannya yaitu sudah punya pengalaman sebagai lifter dan ketika ini menjadi instruktur angkat berat di daerah Tangerang, beliau tak kesulitan beradaptasi.
"Ibaratnya saya sudah tahu kondisi atlet ketika tidak bisa mengangkat lagi, jadi harus sigapnya di sana. Karena sehari-hari menyerupai itu jadi instingnya sudah dapat," katanya.
"Tantangannya ya kalau kita tak sigap bisa jatuh tertimpa barbel alasannya yaitu posisi mereka kan terlentang. Semisal tertimpa kepala, giginya, ada waktu Pekan Olahraga Nasional (PON) ada kejadian. Tapi jangan hingga saya kedapatan menyerupai itu," beliau mengungkapkan.
Hal yang sama diungkapkan Sutandi (53). Dia sudah 30 tahun bertugas sebagai loader.
"Biasanya kalau kami bertugas selalu mengajukan pertanyaan dulu kepada atletnya. Kemudian kami layani dengan baik. Alhamdullilah selama ini enjoy saja," kata Sutandi, terpisah.
"Di para games lebih santai, lebih simpel tugasnya, memang awalnya kami merangkum fisik atlet yang ternyata tidak biasa. Justru yang angkat berat biasa yang grabak grubuk ada kecepatan waktu. Kalau ini lebih santai keselamatan atlet, waspada kasih kode kiri kanan," katanya.
"Saya tidak setiap hari bekerja dengan loader artinya kalau ada event saja. Tapi memang iya susah-susah simpel lah. Dan untungnya kita kini teknologi sudah gampang, sehingga selain menjaga keamanan atlet, ketika mengganti jumlah angkatan juga tak terlalu sulit. Sudah bisa membedakan di layar," katanya.
"Pengalaman kecelakaan belum ada. Tapi pernah ada insiden di PON 2004 di Palembang. Itu nimpa.
Kita biasanya kalau ada event, ada simulasi lebih dulu. Tapi namanya celaka..."
"Kejadiannya pas atlet bengkulu angkat skuat 230 kg. Begitu turun, beliau jongkok, gak naik kemudian dibuang.
Lalu ambil dari samping. Jatuhnya kan serentak. Loader samping ambil, akibatnya ketiban kakinya loader. Itu jatuh ya dadakan. Makanya kami selalu waspada."
Soal pendapatan, Sutandi mengaku dibayar per event. Seperti ketika Asian Games beliau mengaku dibayar Rp 5,7 juta.
"Saya cuma berharap bisa sanggup akta supaya dianggap setara. Soalnya saya pernah ingin pensiun 2014 dihentikan sebelum ada pengganti," katanya menyoal harapan.